Thursday, 6 March 2014

Interviews in Psychology

Setelah mengikuti mata kuliah Teknik Wawancara minggu ke-4 dalam membahas pengertian, tujuan, aspek-aspek, kelebihan dan kekurangan dari wawancara, saya sedikit banyak sudah mulai mendapatkan gambaran mengenai materi ini. Selama ini, sebagian besar kita hanya mengetahui hal mendasar, seperti: 'wawancara adalah proses yang akan dihadapi seseorang yang melamar pekerjaan'.
One question: Sesederhana itukah fungsi wawancara? 

Kalimat diatas tidak sepenuhnya salah, tapi perlu dilengkapi sedikit banyaknya.

Seorang HRD yang telah saya dan kelompok wawancarai beberapa minggu yang lalu, mengatakan bahwa benar, wawancara memang akan dilakukan kalau kalian ingin melamar pekerjaan.
TAPI... Apakah untuk orang yang sudah bekerja, tidak akan merasakan proses interview lagi?
[My thoughts: Enak banget dong buat yang udah kerja!]


And the answer is no.
"Pastinya masih, dong! Kalau nanti kalian naik jabatan, kan harus tetep diinterview dulu. Juga kalau kalian ikut forum rapat/diskusi yang diadain oleh perusahaan, kan ada proses wawancara nonformal juga, seperti bincang-bincang, tanya jawab gitu lah", said Ko DT (26 tahun, HRD).

Beberapa poin yang mulai terbentuk:
#1 Wawancara bukan hanya kegiatan awal dari proses individu yang masuk bekerja, tetapi terus tetap dilakukan seiring berjalannya waktu.
#2 Wawancara bukan hanya berbentuk formal, tetapi juga ada proses wawancara nonformal (contohnya seperti tanya jawab dalam forum). 
#3 Wawancara bukan hanya berbentuk one-on-one (1 vs 1), tetapi bisa berbentuk panel (misalnya 1 interviewee diinterview oleh 3 interviewer).

Dua minggu berturut-turut, seluruh kelompok di mata kuliah Teknik Wawancara secara bergantian membahas mengenai pengalaman mereka mewawancarai praktisi psikologi. Ada yang mendapatkan bagian di klinis anak, klinis dewasa, pendidikan, maupun PIO. Saya dan kelompok mendapatkan jatah untuk mewawancarai praktisi PIO, sehingga 3 poin diatas secara garis besar saya tarik dari kesimpulan jawaban dari subyek kelompok saya, seorang laki-laki dengan jabatan HR Recruitment, yang telah bekerja selama 1,5 tahun.

Dari teman-teman kelompok lain yang ditugaskan untuk mewawancarai praktisi bidang klinis dan pendidikan, poin yang bisa saya rangkum antara lain:
#4 Wawancara bukan hanya alat yang digunakan oleh praktisi PIO seperti HRD, tetapi juga digunakan oleh praktisi psikologi di bidang klinis maupun pendidikan; which means hipotesis awal kita kurang tepat, duh!
#5 Wawancara di bidang klinis dilakukan untuk menggali informasi klien, dalam tujuannya untuk assessment mengenai treatment yang harus diberikan selanjutnya. Proses wawancara dalam bidang klinis dimulai dari pembinaan rapport antara klien dan interviewer sehingga terbangun rasa percaya dan kesan positif bagi interviewer pada klien. Penggunaan wawancara di bidang klinis juga harus dibarengi oleh pemberian tes psikologis, dimana kedua hal ini berperan saling mengkonfirmasikan.
#6 Wawancara di bidang pendidikan dilakukan untuk tujuan konsultasi, dimana biasanya wawancara ini dilakukan oleh Guru BK. Wawancara yang dilakukan dapat beralaskan aspek-aspek akademis seperti nilai siswa yang kurang baik dan masalah kehadiran siswa, ataupun aspek-aspek non-akademis seperti siswa yang berpacaran di sekolah, masalah keluarga, dan lainnya.

Lastly, dari semua kesimpulan yang telah kelompok berikan, ada 1 kalimat yang menjadi poin kunci dari pengaplikasian wawancara, yaitu:
#7 Wawancara adalah skill.

Seperti pisau yang tajam, apabila tidak diasah, lama-kelamaan akan tumpul juga. Kemampuan wawancara yang tinggi harus didukung penggunaannya yang rutin dan berkelanjutan.

Courtesy of Google

Sekian mengenai pemikiran saya mengenai wawancara dan penggunaannya di bidang psikologi.

Until we meet I blog again, cheerio! :)

No comments:

Post a Comment